Sabtu, 18 November 2017

Contoh makalah sejarah indonesia : Mengevaluasi Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang ( Pada Abad Ke-XVI sampai Ke- XVIII )

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
           Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang terjadi karena untuk memperebutkan kekuasaan. Malaka merupakan daerah perdagangan dunia sehingga dapat menarik bangsa asing untuk memperebutkan wilayah malaka salah satunya portugis, setelah malaka jatuh ke tangan portugis dan pada akhirnya voc berhasil menyingkirkan portugis dari malaka. Portugis masuk ke kepulauan Maluku dan memusatkan aktivitasnya di ternate dan terjadi persaingan antara portugis dan spanyol karena kapal kapal portugis  menembaki jung- jung dari banda yang akan membeli cengkeh di tidore.
            Pada Sultan Agung vs J. Ceon terjadi karena Sultan Agung ingin mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Tetapi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak  untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Pada perlawanan Banten terjadi persaingan antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap VOC.
            Pada uraian di atas menunjukkan salah satu perlawanan terhadap kezaliman dan dominasi asing yang menjajah bumi Nusantara ini. Kekuatan penjajahan itu telah merendahkan martabat bangsa dan membuat penderitaan rakyat, sehingga perlawanan itu terjadi di berbagai daerah.
1.2  Rumusan Masalahan
a. Mengetahui apa yang terjadi pada perang Aceh versus Portugis dan Voc.
b. Mengetahui langkah-langkah Aceh dalam menghalau tentara Portugis.
c. Mengetahui apa yang terjadi pada Maluku angkat senjata.
d. Mengetahui apa yang terjadi dengan adanya Perjanjian Saragosa.
e. Mengetahui perjuangan Sultan Agung pada perlawanan Sultan Agung versus J. Ceon.
f. Mengetahui alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.
g. Mengetahui apa yang terjadi pada perlawanan Banten
1.3  Tujuan Penulisan
          Untuk mengetahui kejadian kejadian apa saya yang terjadi pada saat Perang Aceh versus Portugis dan Voc, Maluku angkat senjata, perlawanan Sultan Agung versus J. Ceon dan perlawanan Banten.
1.4  Metode Pengumpulan Data
           Dalam penyusunan makalah “Mengevaluasi Perang Melawan Keserakahan Kongsi Dagang pada abad ke-XVI sampai ke-XVIII” penulis mencari data atau mengumpulan data dan informasi dari berbagai media yaitu media internet dan media  cetak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Aceh Versus Portugis dan VOC
           Perlawanan pertama untuk melawan keserakahan kongsi dagang (abad ke-16 samapi abad ke-18)  terjadi di daerah aceh dengan nama perlawanan Aceh Versus Portugis dan VOC yang terjadi pada tahun 1511-1641. permususahan antara Portugis dengan Aceh  disebabkan oleh ketidak sukaan atau rasa iri terhadap Aceh yang berkembang pesat menjadi pusat perdagangan sehingga portugis ingin menghancurkan Aceh.

           Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju ke Aceh. Hal ini telah mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan. Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai ancaman. oleh karena itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh.
            Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa serangan Portugis ini mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan.
            Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun berada. Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut Merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal-kapal Portugis untuk ditangkap.
   Tindakan Portugis telah merampas kedaulatan Aceh yang ingin bebas dan berdaulat berdagang dengan siapa saja. Langkah-langkah Aceh dalam menghalau tentara Portugis, antara lain:
Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit
Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567
Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara
            Setelah bermacam-macam bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis wajib bertahan mati-matian di Formosa/ Benteng. Portugis wajib mengerahkan semua kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat digagalkan. Sebagai tindakan balasan pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.
             Rakyat Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi asing, oleh sebab itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis dari Malaka tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, semangat juang mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Iskandar Muda adalah raja yang gagah berani dan bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir Portugis dari Malaka. Iskandar Muda berusaha untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit.

               Pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri. Sementara itu untuk mengamankan wilayahnya yang semakin luas meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di jalur-jalurperdagangan.

               Para pengawas itu ditempatkan di pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para pengawas itu biasanya terdiri para panglima perang. Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini Portugis sempat kewalahan. Portugis wajib mengerahkan semua kekuatan tentara dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda.
               Namun, serangan Aceh kali ini tidak juga berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi, tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang berhasil mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC pada tahun 1641.
2.2 Maluku Angkat Senjata
              Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang- orang Spanyol juga memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah persaingan antara kedua belah pihak. Persaingan itu semakin tajam setelah Portugis berhasil menjalin persekutuan dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore.
        Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini sebab kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung dari Banda yang akan membeli cengkih ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima tindakan armada Portugis. Rakyat Tidore angkat senjata. Terjadilah perang antara Tidore melawan Portugis. Dalam perang ini Portugis mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan. Akhirnya Portugis memperoleh kemenangan. Dengan kemenangan ini Portugis menjadi semakin sombong dan sering berlaku kasar pada penduduk Maluku. Upaya monopoli terus dilakukan.
                 Maka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat. Sementara itu untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian damai, yakni Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya Perjanjian Saragosa kedudukan Portugis di Maluku semakin kuat. Portugis semakin berkuasa untuk memaksakan kehendaknya melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
                 Kedudukan Portugis juga semakin mengganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun. Sultan Khaerun menyerukan seluruh rakyat dari Irian/Papua sampai Jawa untuk angkat senjata melawan kezaliman kolonial Portugis. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan kepada Sultan Khaerun.
                  Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima ajakan Portugis Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao Paolo. Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan sedang berlangsung, Sultan Khaerun ditangkap dan dibunuh. Apa yang dilakukan Portugis kala itu sungguh kejam dan tidak mengenal perikemanusiaan. Demi keuntungan ekonomi Portugis sudah merusak sendi-sendi kehidupan kemanusiaan dan keberagamaan.
                 Setelah Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak mengenal nilai-nilai kemanusiaan, semangat rakyat Maluku untuk melawannya semakin berkobar. Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis. Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-orang Portugis lalu melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Tahun itu Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan lalu menetap di Timor Timur.
                Serangkaian rakyat terus terjadi pada Portugis atau VOC yang melakukan tindakan kejam dan sewenang-wenang kepada rakyat. Misalnya pada periode tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Perlawanan rakyat ini juga meluas ke Ambon. Tahun 1650 perlawanan rakyat juga terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Sementara perlawanan secara gerilya terjadi seperti di Jailolo. Namun bermacam-macam serangan itu selalu dapat dipatahkan oleh kekuatan VOC yang mempunyai peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan Pelayaran Hongi.
                Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC, dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan Tidore (menurut tradisi kerajaan Tidore yang berhak sebagai sultan semestinya adalah Pangeran Nuku). Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC sudah menimbulkan protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC).
                Sultan Nuku memperoleh dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera. Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama melawan VOC.
               Bahkan dalam perlawanan ini Inggris juga memberi dukungan pada Sultan Nuku. Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi VOC.
2.3 Sultan Agung vs jp. Coen
               Perang ini tejadi pada tahun 1628 – 1629 di Batavia.Perang ini melibatkan banyak tokoh diantaranya Sultan Agung, T.Baureksa, Kiai Dipati Mandurarejo, Dipati Ukur, T.Siranganu, Kiai Dipati juminah.
Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram, Pada  masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain: mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan VOC di Jawa.  
             Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan kehendak  untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi mengalami kemunduran. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.
   Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
1. Tindakan monopoli yang dilakukan VOC
2. VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram
3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram
4. Keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius  yang akan berdagang ke Malaka bagi masa depan Pulau Jawa
                Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa.Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia.
                Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan. Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat.
               Tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, dapat memukul mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam pertempuran itu.  Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil. Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan kekalahan yang baru saja dialami pasukannya. Dia segera mempersiapkan serangan yang kedua.
                Belajar dari kekalahan terdahulu Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal dan senjata, Dia juga membangun lumbung-lumbung beras untuk persediaan bahan makanan seperti di Tegal dan Cirebon. Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram diketahui oleh VOC.
                Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk menghancurkan lumbung-lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras. Pasukan Mataram pantang mundur, dengan kekuatan pasukan yang ada terus berusaha mengepung Batavia. Pasukan Mataram berhasil mengepung dan menghancurkan Benteng Hollandia.
                  Berikutnya pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel, tetapi gagal menghancurkan benteng itu. Pada saat pengepungan Benteng Bommel, terpetik khabar bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629. Dengan semangat juang tinggi pasukan Mataram terus melaksanakan penyerangan. Dalam situasi yang kritis ini pasukan Belanda semakin marah dan meningkatkan kekuatannya untuk mengusir pasukan                                          Mataram Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih baik dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya ditarik mundur kembali ke Mataram. Dengan demikian serangan Sultan Agung yang kedua ini juga mengalami kegagalan.
               Dengan kegagalan pasukan Mataram menyerang Batavia, membuat VOC semakin berambisi untuk terus memaksakan monopoli dan memperluas pengaruhnya di daerah-daerah lain. Namun di balik itu VOC selalu khawatir dengan kekuatan tentara Mataram. Tentara VOC selalu berjaga-jaga untuk mengawasi gerak-gerik pasukan Mataram. Sebagai contoh pada waktu pasukan Sultan Agung dikirim ke Palembang untuk menolong Raja Palembang dalam melawan VOC, langsung diserang oleh tentara VOC di tengah perjalanan.
  
                Perlawanan pasukan Sultan Agung pada VOC memang mengalami kegagalan. Tetapi semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing di Nusantara terus tertanam pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya. Sayangnya semangat ini tidak diwarisi oleh raja-raja pengganti Sultan Agung. Setelah Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC.
                Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Dia memerintah pada tahun 1646 -1677. Ternyata Raja Amangkurat I adalah raja yang lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC. Raja ini juga bersifat reaksioner dengan bersikap sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama. Oleh sebab itu, pada masa pemerintahan Amangkurat I itu timbul bermacam-macam perlawanan rakyat. Salah satu perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.
2.4 Perlawanan Banten
                Perlawana terhadap keserakahan kongsi dagang (abad ke-16 samapi abad ke-18) juga  terjadi di daerah Banten pada tahun (1619-1750) dengan nama pemberontakan perlawanan banten. Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil. Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap VOC.
              Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang wafat pada 1650.Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-Fath Abulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. la berusaha memulihkan posisi Banten sebagai Bandar perdagangan internasional dan sekaligus menandingi perkembangan di Batavia. Beberapa yang dilakukan misalnya mengundang para pedagang Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis. 
                Sultan Ageng juga mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak disenangi oleh VOC Oleh karena itu, untuk melemahkan peran Banten sebagai Bandar perdagangan, VOC sering melakukan blokade. Jung-jung Cina dan kapal-kapal dagang dari Maluku dilarang meneruskan perjalanan menuju Banten.
                Sebagai balasan Sultan Ageng juga mengirim beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dagang VOC dan menimbulkan gangguan di Batavia. Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga melaksanakan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk.
                 Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk. Menghadapi serangan pasukan Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan seperti Benteng Noordwijk.
                 Sementara itu untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang. Selain berfungsi untuk meningkatkan produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga untuk memudahkan transportasi perang. Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini memang banyak dibangun saluran air/irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan digelari Sultan Ageng Tirtayasa (tirta artinya air). Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji.
                 Sebagai raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, Sedangkan Sultan Ageng Tirtayasa bertanggung jawab terhadap urusan luar negeri di bantu Puteranya yang lain yaitu Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff.
                 Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan Arya Purbaya, Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera dinobatkan sebagai sultan, sangat mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada Pangeran Arya Purbaya.
                 Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. Timbullah pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa. Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat, yaitu :
1.  Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC
2.  Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina
3. Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan
4. Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali.
               Dan Isi perjanjian ini Acc oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhasil merebut Kesultanan Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di istana Surosowan. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang baru berpusat di Tirtayasa. Sultan Ageng berusaha merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC.
                 Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC.Datanglah bantuan tentara VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Akhirnya Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. 
                  Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Mereka masih melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya. Tentara VOC terus memburu. Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke arah Bogor.
                   Baru setelah melalui tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692. Namun harus diingat bahwa semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah padam. Sultan Ageng telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan tanah air dari dominasi asing.
                     Hal ini terbukti setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750 timbul perlawanan yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus. Perlawanan ini ternyata sangat kuat sehingga VOC kewalahan menghadapi serangan itu. Dengan susah payah akhirnya perlawanan yang dipimpin Ki Tapa dan Ratu Bagus ini dapat dipadamkan.
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
1. Perlawanan yang terjadi pada abad ke-16 di berbagai daerah  ditujukan kepada Portugis, Spanyol dan Belanda. Kemudian perawanan rakyat pada abad ke 17 dan 18 umumnya ditujukan kepada dominasi kongsi dagang VOC (Belanda).
2. Perlawanan rakyat  Indonesia dilatarbelakangi karena tidakan  monopoli, keserkahan dan intervensi politik dengan devide et impera dari pemerintahan kongsi dagang itu.
 3. Perlawanan rakyat Indonesia itu umumnya memang dapat dipatahkan oleh kekuatan musuh yang sering berlaku licik dan memiliki persenjataan yang lebih lengkap.
 4. Akibat dominasi pemerintahan kongsi dagang dan kekalahan  perlawanan rakyat  berdampak sebagian besar Kepulauan Indonesia dikuasai kekuasaan asing terutama VOC.
 5. Perilaku penjajahan itu tidak sesuai dengan fitrah dan hak asasi manusia maka harus dilawan
3.2  Kritik & Saran
3.2.1 Kritik
             Keirian yang dimiliki portugis atau bangsa belanda membuat portugis/ bangsa belanda mengeluarkan semua kekuatannya dan semua persenjataan  untuk menyerang di berbagai daerah. walaupun semua kekuatan dan persenjataan yang dikeluarkan oleh portugis atau bangsa belanda sangatlah banyak dan kuat tetapi ujungnya juga gagal untuk menguasai malaka dan keungulan keungulan lainnya.
3.2.2 Saran
             Belanda yang membuat peperangan terjadi di beberapa daerah yang menyebabkan kematian sultan agung dan beberapa tokoh lainnya. Sebenernya perlawan perlawan tersebut tidak perlu terjadi, karena untuk memiliki kekuasaan yang lebih luas dangan cara peperangan itu sangat tidak baik apalagi ujung ujungnya terjadi kegagalan dan kematian. Agar tidak mengambil jalan  peperangan untuk meningkatkan perekonomian kehidupan suatu Negara dengan mengelola dengan baik wilayah sendiri. apabila belum cukup lakukanlah kerja sama dengan Negara Negara lain untuk menambah perekonomian masyarakat  dan jangan melakukan peperangan yang dapat menyebabkan kematian dan kerugian, ambilah jalan damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara cepat menghitung angka puluhan dan ratusan dengan mudah

       Matematika kerap menjadi momok pelajar, bahkan orang dewasa. Bukan hanya dalam pelajaran, dalam kehidupuan sehari-hari juga diperluk...